:وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
’Dan
sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS
Al-Qolam ayat 4)
Namun siapapun yang mengenal
sejarah hidup Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti tahu bahwa
dalam hidupnya beliau juga memiliki musuh. Dan tidak sedikit di antaranya yang
sedemikian benci kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sehingga berniat
membunuh manusia mulia ini. Sehingga muncullah suatu pertanyaan di dalam benak
fikiran kita. Jika akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam diakui sedemikian
mulia, lalu mengapa beliau masih mempunyai musuh? Mengapa masih ada manusia
yang berniat membunuhnya jika semua orang sepakat bahwa akhlak beliau
sedemikian mengagumkan?
Saudaraku, hal ini hanya menggambarkan kepada
kita bahwa sesungguhnya ada hal lain yang jauh lebih utama daripada perkara akhlak yang
menyebabkan manusia menjadi siap bermusuhan dengan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Hal
itulah yang dinamakan dengan ”Al-Aqidah” atau keimanan. Siapapun orang yang memusuhi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pastilah
orang yang tidak suka dengan ajaran aqidah atau keimanan yang dibawakannya.
Mereka
tidak bisa memungkiri kemuliaan akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, namun
mereka sangat tidak suka dengan ajaran aqidah Tauhid yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam da’wahkan
kesana-kemari. Sebab menurut mereka, ajaran Tauhid mengancam eksistensi ajaran
mereka.
Ajaran
mereka, yaitu kemusyrikan, menyuarakan eksistensi banyak ilah
(tuhan), sedangkan ajaran aqidah Tauhid menegaskan hanya ada satu ilah di muka
bumi yaitu Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Lalu seseorang yang berikrar
syahadat Tauhid diharuskan mengingkari eksistensi berbagai ilah lainnya untuk
hanya menerima dan mengakui Satu ilah saja.
Sehingga
dalam catatan Siroh Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam) kita
sempat menemukan bagaimana paman Nabi, yakni Abu Tholib, diminta oleh para
pemuka Musyrik Quraisy untuk melobi Nabi shollallahu ’alaih wa sallam agar
mau menghentikan seruan da’wah Tauhid-nya dengan imbalan apapun yang diinginkan
Nabi shollallahu
’alaih wa sallam. Tetapi apa jawaban Nabi shollallahu ’alaih wa sallam terhadap
permintaan mereka?
”Demi
Allah, hai Pamanku…! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku meninggalkan urusan ini, maka
saya tidak akan melakukannya, sampai Allah memenangkannya atau aku hancur dalam
melaksanankannya…!”
Pada dasarnya seruan Tauhid inilah seruan abadi para Nabi dan
Rasul utusan Allah. Umat manusia sepanjang zaman didatangi oleh para Nabi dan
Rasul secara bergantian dengan membawa misi mengajak manusia agar menghamba
semata kepada Allah dan menjauhi Thoghut.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
’Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS An-Nahl ayat 36)
Sebelum para Nabi dan Rasul
mengajarkan apapun, mereka senantiasa mendahulukan pengajaran akan hakikat
fundamental pengesaan Allah. Tiada gunanya segenap amal-sholeh dan amal-ibadah diajarkan
kepada manusia
jika tidak dilandasi sebuah pemahaman sekaligus keyakinan mendasar akan keesaan
Allah. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan bahwa hakikat kebencian kaum kafir hingga
tega menyiksa sesama manusia lainnya ialah dikarenakan manusia lain itu
memiliki keimanan akan keesaan Allah semata.
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
”Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu’min
itu melainkan karena orang-orang mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah
Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Buruuj ayat 8-9)
Inilah hakikat permusuhan dan
konfrontasi di dunia. Permusuhan yang sesungguhnya ialah permusuhan karena pertentangan
aqidah bukan yang lainnya. Seorang mu’min sepatutnya menyadari bahwa
Nabi kita yang mulia akhlaknya itu tidak pernah dibenci lantaran akhlaknya.
Namun setiap bentuk kebencian dan permusuhan yang diarahkan kepada beliau
senantiasa bertolak dari ketidak-relaan manusia untuk menerima
sekurang-kurangnya mentolerir keberadaan aqidah Tauhid yang diajarkan Nabi
Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Maka
sudah sepantasnya kita selalu introspeksi dan evaluasi diri. Jika dalam
kehidupan ini kita.
Ternyata dimusuhi manusia, maka
jangan bersedih dulu. Sebab Nabipun pernah dimusuhi. Namun selanjutnya kita
perlu lihat, apakah manusia memusuhi kita lantaran akhlak kita atau aqidah
kita. Jika ternyata kita dibenci lantaran akhlak kita, maka sudah sepatutnya
kita ber-istighfar dan
memperbaiki diri. Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak pernah
dibenci manusia lantaran akhlaknya. Namun jika kita dibenci lantaran aqidah
kita, maka sepatutnya kita bersyukur dan bersabar. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan
para sahabatnya-pun dibenci karena aqidahnya. Itupun dengan satu catatan, yaitu
kita selama ini memang sudahterus-menerus berusaha meluruskan dan mengokohkan
aqidah Tauhid kita setiap hari. Semoga saudaraku…
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
”Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS Ali Imran ayat 139) ( eramuslim.com )
0 comments:
Posting Komentar